01 Agustus, 2009

Kesia-siaan (?) - Bagian 1 - Tentang Sakit

Sebenarnya banyak hal lain yang mau aku tulis. Tetapi dua hari ini badan terasa sakit sekali setelah mengikuti acara outbond yang diselenggarakan oleh kampus. Bahkan sebenarnya ingin sekali menulis pandangan-pandanganku tentang outbond itu sendiri. Karena badan terasa sakit semua, maka aku tidak memaksakan diri. Mudah-mudahan setelah sembuh bisa nulis lebih banyak lagi dan lebih baik.

Rasa sakit memang sangat menyiksa. Entah itu rasa sakit karena tubuh kita terinfeksi kuman, bakteri, virus atau yang disebabkan oleh ketidak-normalan kondisi fisik kita. Karena itu, maka umumnya kita tidak menyukai rasa sakit ini. Hal yang terlihat sangat wajar. Memang siapa orangnya yang mengingini rasa sakit menghinggapi dirinya? Bahkan orang gilapun tidak, juga binatang!!! Lalu untuk apa rasa sakit itu harus ada? Siapa yang menciptakan rasa sakit itu? Siapa yang menentukan bahwa manusia itu harus memiliki sifat merasakan sakit? Tuhankah? Kenapa ia tidak menulis saja takdir manusia itu tidak usah merasa sakit? Bukankah kita akan bahagia kalau kita tidak usah merasakan pusing, demam, ngilu, dan lain-lainnya itu? Aahhh, masih panjang lagi kiranya deret pertanyaan ini.



Kalau kita pikir, masih banyak hal lagi yang ada di dunia ini yang tidak kita sukai keberadaannya. Rasa sakit itu hanyalah salah satu. Renungan ini akan mengambil contoh dua hal lainnya lagi: sifat suka mencari kesalahan orang lain dan lupa. Siapakah di antara kita yang suka kalau ada orang di sekitar kita yang "pekerjaannya" mencari-cari kesalahan kita? Keberadaan orang yang demikian ini di sekitar kita sungguh tidak menyenangkan. Seolah-olah dengan keberadaannya seluruh aib kita siap ditumpahkannya di halaman tetangga, kantor, sekolah atau bahkan di pasar. Membuat kita harus menanggung malu bertemu dengan orang lain, kikuk, dan tidak nyaman dengan keberadaan kita sendiri. Sungguh menjengkelkan dan menderita "memiliki" orang seperti itu. Maka sungguh sangat pantas kalau kita membenci sifat seperti itu(?).

Demikian juga sifat lupa. Jangankan orang lain yang lupa sehingga merugikan kita, bahkan kita sangat sering menyesali diri sendiri karena telah melupakan sesuatu yang sangat penting. Bayangkan jika anda berjanji bertemu seseorang untuk keperluan bisnis, lalu anda lupa sehingga peluang bisnis menjadi sirna. Banyak kita lihat bagaimana ekspresi aktor di layar kaca untuk menggambarkan situasi ini. Mereka memaki-maki diri sendiri, membentur-benturkan kepala ke dinding, dan lain sebagainya. Atau ketika kita mau berangkat kerja, lalu kita kesulitan menemukan kunci kontak kendaraan kita karena lupa meletakkannya dimana. Waktu sudah mepet, terbayang jarak yang jauh dan jalanan yang macet, serta wajah boss yang menakutkan. Kita jadi stress dan jengkel, bagaimana bisa lupa meletakkan kunci? Maka, maklumlah kita bila kejadian-kejadian serperti itu lalu menggerakkan rasa benci kita terhadap lupa muncul ke permukaan jiwa.

Jadi, kembali ke pertanyaan-pertanyaan, mengapa harus ada di dunia ini hal-hal yang tidak kita sukai. Untuk apa Allah SWT memberi rahmat kepada manusia hal-hal yang tidak disukai oleh manusia? Tidakkah hal itu sia-sia saja bila Tuhan menginginkan manusia untuk mengabdi kepadaNya? Sebenarnya ketika mendentumkan pertanyaan-pertanyaan seperti ini, begitu banyak rasanya cadangan peluru di dalam hati, di dalam pikiran. Semua menunggu ditembakkan. Hanya saja kalau ditembakkan semuanya seketika, tentu suaranya menjadi bising dan yang terdengar oleh telinga hanya ribut dan hingar-bingarnya saja. Maka biarlah tulisan ini hanya berusaha menuntaskan sedikit pertanyaan itu saja.

Benarkah memang banyak sesuatu yang keberadaannya di dunia ini sia-sia? Contohnya adalah hal-hal yang tidak kita sukai yang sudah dikemukakan pada paragaf sebelumnya. Pertanyaan ini berimplikasi langsung pada penyifatan diri Allah. Bukankah Allah maha pencipta dan semua yang ada di alam ini adalah ciptaannya?, termasuk sifat-sifat yang kita benci di atas. Jadi kalau ada sesuatu yang sia-sia di dunia ini, maka itu berarti Allah telah menciptakan sesuatu yang sia-sia, yang tidak berguna. Benarkah demikian?

Marilah kita tengok lebih cermat satu demi satu. Rasa sakit, adakah dia berguna untuk kita? untuk manusia? Kalo dijawab, nggak ada rasa sakit maka nggak ada dokter, nggak ada ilmu kedokteran, nggak ada industri farmasi, dan nggak ada kebudayaan (...wuahh berat amat! :D) - maka orang bisa berkilah: itu kan untuk orang lain, bukan kegunaan bagi penderita sendiri. Mengapa saya harus menderita untuk memberi manfaat pada orang lain? Eeehhh...! Wah, egois banget yah! Tapi itu khan yang ada dalam hati kecil kebanyakan dari kita? (ngaku nih, penulisnya termasuk orang yang sulit ikhlas - semoga Allah segera merubahnya. Amien)

Ketika remaja dulu saya pernah terserang penyakit typhus. Wuahhh rasanya. Badan lemas, demam, pusing, ngilu ... rasanya masih saya ingat sampai sekarang. Betapa tidak nyaman. Tidak bisa main, tidak bisa belajar, bahkan dudukpun tidak boleh!!! Harus tiduran terus di ranjang rumah sakit. Mau apa-apa harus dengan bantuan orang lain. Memang pernyakit itu termasuk yang berbahaya dan mengharuskan penderitanya istirahat total. Seandainya rasa sakit itu tidak ada, saya tidak bisa membayangkan akan bisa menulis sekarang ini. Karena sangat mungkin saya sudah mati! Ya, mati! Tanpa rasa sakit itu saya tidak akan tahu ada masalah dalam tubuh saya, ada bahaya yang mengancam dalam diri saya. Tanpa rasa sakit itu saya tidak harus pergi ke dokter lalu ke rumah sakit, jadi tidak usah opnname yang tidak nyaman dan mahal itu. Orang tuaku akan tenang-tenang saja, juga tidak melihat masalah pada diri anaknya. Dan tanpa rasa sakit itu, ketika penyakit typhus mencapai puncaknya - sangat mungkin tiba-tiba saja saya mati! Tidak sempat lagi berobat. Subhanallah!!! justru sakit itu menjadi rahmat Allah bagiku untuk selamat dari penyakit ganas itu.

Alhamdulillah, untung aku bisa merasakan sakit. Kalau tidak, mungkin namaku tinggal terpampang di batu nisa aja (itupun kalo ada yang sempat nulis di sana, kalau kejadian betul kan sudah nggak bisa nulis lagi). Jadi ternyata, rasa sakit itu benar-benar rahmad Allah yang luar biasa. Ia ibarat termometer di mobil yang memberi tahu sopir bilamana ada yang tidak beres pada mesin. Ia ibarat nilai indeks saham bagi investor, ekonom, dan pemerintah. Ia ibarat nisbah rugi-laba bagi manajer perusahaan. Pendeknya rasa sakit memberi petunjuk kepada penderitanya dengan pesan: "There is something wrong with your body! Respond it quickly!" Sungguh tidak ada yang sia-sia segala sesuatu yang diciptakan Allah, betapapun pandangan picik kita menilainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar