22 Agustus, 2009

Mata memang (bisa) menipu

Mata sungguh merupakan karunia Allah yang luar biasa. Dengannya kita bisa mengenali dunia sekitar kita dengan baik. Dengannya kita mengenal keindahan berbagai ciptaan-Nya. Dengannya kita bisa menghindari bahaya yang mengancam kita. Dengannya kita bisa membangun kesadaran manusiawi tentang kebesaran Sang Pencipta. Tapi sadarkah kita bahwa mata juga (bisa) menipu kita?



Kalau kita berdiri di atas rel (atau berdiri di gerbong paling belakang dari KA, seperti saat mengambil gambar berikut), maka pandangan kita memperlihatkan bahwa semakin jauh rel terlihat semakin menyempit sehingga seolah (akan) bersatu pada satu titik. Beranikah kita menarik kesimpulan dari pandangan mata ini? Bahwa rel kereta api semakin menyempit dan bertemu pada suatu titik tertentu? Dari pengalaman naik kereta api, belum pernah ada orang yang menemukan sepasang rel yang bersatu di ujungnya. Jadi, apa yang terlihat itu bukanlah yang sebenarnya.


Yang kita lihat bukanlah yang sebenarnya? Yah... kenyataannya begitulah. Daun yang terlihat hijau oleh mata kita sesungguhnya tidaklah demikian. Kalaupun terlihat hijau, itu karena reseptor pada mata kita hanya mampu menangkap gelombang elektromagnetik pada kisaran cahaya tampak. Kisaran cahaya tampak pada gelombang EM itu sungguh sangat tipis, hanya berkisar antara 400 hingga 700 nm (lihat di Wikipedia). Seandainya (sekali lagi seandainya saja) mata kita bisa menangkap kisaran panjang gelombang EM infra merah, maka daun tidak lagi berwarna hijau. Itu karena reflektan kisaran warna hijau jumlahnya hanya sedikit bila dibandingkan dengan infra merah. Bahkan, tanpa cahaya daun tidak akan terlihat warna hijau. Ia hanyalah sesuatu yang hitam saja, bahkan bentuknya tak dapat kita ketahui. Jadi apa warna daun sesungguhnya? Kita tidak pernah tahu.

Juga kalau kita melihat matahari terbit dan terbenam. Mata kita menyaksikan bahwa matahari terbit dari timur lalu naik dan terbenam di ufuk barat. Bila kita saksikan lagi hal itu esok hari, maka pandangan mata kita mengungkapkan bahwa matahari telah bergerak mengitari bumi. Demikianlah yang diyakini orang-orang jaman dulu ketika teori geocentris masih menjadi mainstream. Akan tetapi saat ini... masih adakah orang yang cukup terpelajar yang berani menyatakan bahwa matahari telah mengelilingi bumi? Rasanya tidak satupun akan kita temukan. Rupanya mereka sudah mahfum, yang terlihat mata bukanlah yang sesungguhnya.

Namun, ternyata keyakinan berlebihan terhadap penglihatan oleh mata ini - bahwa apa saja yang terlihat oleh mata, itulah kebenaran - begitu kuat mencekam diri kita dalam keseharian. Visual sekilas yang terrekam oleh mata kita sering menggoyahkan hati dan pikiran kita. Pada hati yang lemah, hal tersebut bahkan sering mampu membangun purbawasangka - su'udzon. Menggunakan hasil pandangan mata untuk menilai sesuatu yang tidak terjangkau oleh mata itu sendiri. Maka, sangat bijaksanalah orang kalau ia menyadari bahwa mata bisa menjadi satu dari titik lemahnya selain mensyukuri nikmat akan manfaat yang diberikan Allah melalui mata kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar