11 September, 2009

Hikmah Ramadhan: Keadilan Hijriyah

Kita umat Islam di Indonesia sangat terbiasa dengan kalender masehi. Segala kegiatan, kita rencanakan, dokumentasikan, dan ceritakan menggunakan kerangka waktu masehi. Jadual sekolah menggunakan masehi, gajian menggunakan masehi, umur dihitung dengan masehi, janji dibuat dengan masehi... yah hampir semuanya kita gunakan kalender masehi. Kalender hijriyah jarang sekali kita gunakan. Paling-paling hanya pada saat hari dan bulan tertentu. Itupun tidak keseluruhan, bulan Ramadhan hanya kita perhatikan awal dan akhirnya saja. Itu karena awal menentukan kapan kita harus puasa dan akhir kapan kita boleh merayakan Iedul Fitri (bukannya kapan kita haram berpuasa - begitulah yang kita perbincangkan dan tertanam di benak masyarakat :( )

Sudah begitu (baca: tidak menggunakan kalender hijriyah dalam keseharian) yang cuma sedikit itupun tidak jarang diwarnai ribut-ribut perbedaan. (Astaghfirullah, ampunilah hambaMu ini kalau menjadi bagian umat yang seperti itu ya Allah). Fakta ini harus membuat kita berfikir ulang tentang diri kita sendiri, apakah kita ini termasuk orang-orang yang bersyukur? Jangan-jangan kita termasuk hamba yang kurang bersyukur karena kita tidak mau membaca dan berfikir bahwa kalender hijriyah adalah rahmat dari Sang Maha Adil.

Bagi kita kaum muslim yang tinggal di daerah tropis, seperti Indonesia, umumnya puasa Ramadhan dijalani selama 14 - 15 jam setiap harinya. Begitulah yang terjadi sepanjang hidupnya, karena rata-rata lamanya siang adalah sebesar itu sepanjang waktu. Berbeda dengan mereka yang tinggal di daerah sub-tropis, saat ini ada di antara mereka yang mengalami siang jauh lebih panjang daripada malam harinya. Karena itu, ia berpuasa lebih lama daripada rata-rata orang yang tinggal di daerah tropis. Sebaliknya, ada daerah dimana sekarang ini siangnya lebih pendek daripada kita yang tinggal di Indonesia. Maka, mereka berpuasa untuk waktu yang lebih pendek.

Setiap tahunnya, terdapat selisih kurang lebih 11 hari antara kalender hijriyah dan masehi. Karena jumlah hari hijriyah dalam setahun lebih sedikit, maka penanggalan hijriyah terlihat maju kurang lebih 11 hari dalam setahunnya. Itu berarti, bulan Ramadhan akan terjadi pada keseluruhan waktu tahun masehi dalam kurun waktu 35 tahun. Dengan demikian, mereka yang tinggal di daerah subtropis (baik di utara maupun di selatan katulistiwa) akan sama-sama pernah menemui puasa ramadhan yang panjang (lebih dari 14 jam dalam sehari) juga yang pendek. Sungguh Allah Maha Adil!

Bayangkan seandainya yang digunakan adalah kalender masehi, katakanlah kewajiban puasa Ramadhan jatuh di bulan Oktober. Maka, akan ada daerah di mana setiap tahunnya mereka harus berpuasa lebih lama daripada di daerah lain dan sebaliknya. Wah kalau itu terjadi, mungkin akan ada orang muslim yang berfikir untuk pindah tinggal ke daerah yang siang harinya lebih pendek pada bulan Oktober itu. Maka berduyun-duyunlah kaum muslimin menempati daerah tersebut dan meninggalkan daerah lainnya. Bisa jadi, karena yang demikian itu maka islam hanya akan menjadi agama lokal - agama yang hanya dianut oleh penduduk di daerah yang siang harinya lebih pendek pada bulang oktober! Tidak menjadi agama bagi seluruh semesta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar