10 September, 2009

Hikmah Ramadhan: Akhlak Global

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dan Ahmad, dari Jabir bin Abdillah, Rasulullah SAW bersabda, "Jika makanan salah satu kalian jatuh maka hendaklah diambil dan disingkirkan kotoran yang melekat padanya, kemudian hendaknya dimakan dan jangan dibiarkan untuk setan." Dalam riwayat lain "sesungguhnya setan bersama kalian dalam segala keadaan, sampai-sampai setan bersama kalian pada saat makan. Oleh karena itu, jika makanan kalian jatuh ke lantai maka kotorannya hendaknya dibersihkan kemudian di makan dan jangan dibiarkan untuk setan. Jika sudah selesai makan maka hendaknya jari jemari dijilati karena tidak diketahui di bagian manakah makanan tersebut terdapat berkah."

Apa yang dicontohkan oleh rasul oleh banyak orang hanya dijadikan rujukan tentang bagaimana adab makan yang seharusnya. Padahal
apa yang disampaikan rasul lebih dari 1400 tahun yang lalu itu adalah suatu akhlak yang betul-betul berperspektif global, meskipun saat itu belum ada istilah "globalisasi". Yah, karena apa yang disampaikan tersebut menyentuh ke jantung salah satu permasalahan global yang dihadapi oleh manusia modern. Tentu ada yang bertanya, memangnya masalah tatacara makan termasuk persoalan gawat yang dihadapi oleh planet ini?

Tentu bukan, karena perspektif dalam tulisan ini terletak pada sampah. Koq? Seandainya saja makanan yang terjatuh tadi tidak diambil kembali, maka itu berarti sampah dalam ukuran yang melebihi yang seharusnya. Bukankah cukup yang tidak bisa dimakan saja (baca: yang terkena kotoran) yang boleh menjadi sampah? Kalau yang masih bisa dimakan, sebaiknya janganlah menjadi sampah karena sampah akan memunculkan masalah-masalah (sebagaimana sifat setan). Demikian pula sisa makanan pada jari (atau sendok, kalau makan pakai sendok) yang akan mencemari air yang kita gunakan untuk mencucinya. Semakin sedikit sisa makanan yang kita cuci berarti semakin kecil tingkat pencemaran air.

Masalah sampah saat ini sungguh-sungguh merupakan persoalan global. Semua negara menghadapi persoalan sampah dalam tingkatan yang berbeda-beda sekaligus juga menjadi masalah bersama karena tidak mungkin diatasi sendirian saja. Kompleksitas masalah sampah juga berasal dari persoalan ikutan yang dibawa oleh sampah itu sendiri, antara lain:

  • Tersumbatnya drainase dan banjir
  • Penyebaran vector penyebab penyakit (Lalat, nyamuk, dan tikus)
  • Debu dan polusi udara, panas pembakaran dan dioksin yang berbahaya.
  • Jamur dan pathogen yang tersebar melalui sampah yang berserakan dan hasil penguraian
  • Produksi methan (gas berbahaya terhadap efek rumah kaca)
  • Polusi air (resapan air tanah yang selanjutnya menggangu sumber air tanah di bawahnya.)
  • Mengurangi keindahan pemandangan
Sampah menjadi masalah karena ukurannya yang besar (tentu, sampah yang sedikit tidak akan sampai menyumbat saluran drainase dan menyebabkan banjir). Untuk Kota Malang saja, dengan jumlah penduduk 800 ribu lebih jiwa, sampahnya bisa mencapai 326 ribu ton lebih per tahun (diprediksi dari sampah per kapita perhari untuk Indonesia yang sebesar 0,76 Kg/orang/hari (World Bank. What a Waste: Solid Waste Management in Asia, May 1999). Dan, 64%-nya adalah sampah domestik, sampah yang diproduksi oleh rumah tangga. Itu berarti kalau mau mengatasi masalah sampah, yang paling signifikan adalah mengatasi sampah domestik karena persentasenya yang tinggi.

Pada sisi penekanan volume sampah domestik inilah arti penting semangat yang ditanamkan melalui adab makan oleh rasulullah. Bukan sekedar tatacara makan itu yang menjadi fokusnya, tapi bagaimana membentuk akhlak yang peka terhadap terhadap masalah lingkungan. Begitu halusnya akhlak yang diajarkan rasulullah ini karena di dalamnya terdapat perspektif menhindarkan diri dari melakukan perbuatan yang mendzalimi orang lain. Dalam tatacara makan kita harus ada empati untuk menghindarkan seminimal mungkin dampak negatifnya terhadap orang lain. Bukankah sampah (termasuk sisa makanan kita) yang kita buang itu hanya mengalihkan masalah dari tempat kita ke tempat (orang) lain? Kalau urusan tata cara makan saja harus berimplikasi menghindari mudharat bagi orang lain, apa lagi urusan yang lainnya.

Adab makan itu sendiri setidaknya relevan dalam pandangan kekinian untuk dua hal. Pertama, mengatasi masalah yang paling signifikan. Karena rumah tangga merupakan penyumbang sampah terbesar, maka setiap upaya untuk menguranginya sangat berarti. Adab makan yang disunahkan rasul secara tepat menembak masalah terbesar dalam produksi sampah. Adab yang diajarkan oleh rasul ini seolah-olah hendak memprediksi bahwa kelak (baca: zaman modern sekarang ini) konsumen rumah tanggalah yang akan menjadi sumber utama masalah sampah.

Kedua, mengatasi masalah sejak dari sumbernya. Akhir-akhir ini telah berkembang mainstream pemikiran yang intinya menyelesaikan masalah sampah sedekat mungkin dengan sumbernya. Pendekatan TPA (tempat pembuangan akhir atau kadang disebut landfill sanitary) terbukti di banyak tempat tidak menyelesaikan masalah dengan baik karena reliabilitasnya yang kurang atau penolakan-penolakan dari warga sekitar. Sunah rasul ini selaras betul dengan pemikiran modern ini, bahkan sangat akurat. Konsumen rumahtanggalah sumber sampah terbesar. Namun, hakikatnya yang menjadi sumber masalah adalah perilakunya. Kita tidak dapat mengeneralisir bahwa semua manusia merupakan sumber masalah dengan bobot yang sama. Ada di antara mereka yang perilakunya acuh, tidak peduli akan akibat dari sampah yang dihasilkannya. Tapi ada pula orang yang sangat peduli akan hal itu. Jadi, perilaku yang tidak peduli terhadap akibat-akibat dari perbuatannya itulah sebenar-benarnya sumber masalah. Adab makan yang menjadi idealitas akhlak muslim tersebut secara tepat menjadikan perilaku sebagai sumber masalah yang harus diperbaiki.

Dalam bulan Ramadhan ini, dimana orang beriman diajarkan mengendalikan nafsunya, pendalaman perbaikan akhlak dalam konteks kontemporer menjadi sangat relevan. Tugas kita membumikan nilai-nilai yang dibawa rasulullah pada zaman ini. Dan... contoh kecil tentang adab makan memberi gambaran kepada kita bagaimana sesungguhnya ajaran islam bisa menjadi akhlak global. Hanya Allah yang Maha Tahu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar