26 Agustus, 2009

Kepastian

Jangan mengejar burung gelatik yang terbang di langit lantas burung merpati di tangan dilepaskan. Begitulah nasihat ibu saya ketika saya meminta pertimbangannya saat mau berhenti bekerja dari sebuah pabrik gula - pekerjaan yang saya jalani selama 2 tahun selepas SLTA. Inti dari nasihat itu adalah agar saya berhati-hati untuk tidak menukar kepastian dengan suatu ketidakpastian. Karena kepastian itu lebih safe dan
karena ketidakpastian itu memuat resiko lebih besar. Bagi seorang penganut paham safety first, nasihat itu adalah ajaran utama. Tidak masuk akal bagi seseorang untuk mengabaikan sesuatu yang sudah pasti dengan mengejar-ngejar yang tidak pasti.

Ketidakpastian tidak saja mengandung resiko, tetapi juga bisa memberi tekanan psikologis. Bisa bikin gelisah, bikin sakit hati sampai bikin stress. Tapi, anehnya justru kebanyakan orang mengabaikan nasihat penting tersebut. Bukannya memegang yang sudah pasti, justru mengejar-ngejar yang tidak pasti. Bila kita belajar keras untuk mencapai prestasi akademik, maka ketercapaiannya adalah ketidakpastian. Bila kita sibuk bekerja mengumpulkan harta untuk mendapatkan kebahagiaan, maka belum pasti bahwa kesibukan kita tersebut. Pada prinsipnya semua urusan dunia ini tidak pasti, dan mengejar-ngejar urusan duniawi itu berarti mengejar ketidakpastian.

Karena mengejar urusan-urusan yang tidak pasti tersebut, banyak orang yang mengabaikan urusan yang telah pasti. Satu kepastian yang akan terjadi pada setiap orang adalah MATI. Senang tidak senang, disiapkan atau tidak, kematian akan mendatangi setiap orang. Itulah kepastian yang telah jelas. Meski demikian, sayang sekali kita banyak mengabaikan kepastian ini. Ketika mengejar tujuan-tujuan duniawi, kita begitu khusyu - bersungguh-sungguh untuk mencapainya. Tetapi ketika melakukan hal-hal yang terkait dengan persiapan kematian kita tidak sungguh-sungguh. Jika demikian, betul-betul kita ibarat orang mengejar burung gelatik yang sedang terbang dan melepaskan burung merpati yang ada di tangan. Bisa jadi, karena ketidakpastiannya, tujuan dunia tidak dapat dan tidak juga memiliki persiapan untuk mati.

Seorang teman yang pengusaha menanyakan, bukankah keberanian mengambil resiko itu modal dasar seorang wirausahawan? Saya tidak menyangkal hal tersebut. Akan tetapi saya justru balik bertanya, apakah seorang karyawan sudah memiliki kepastian akan mencapai tujuan-tujuan hidupnya? Adakah kepastian ia akan terus bekerja di tempatnya bekerja hingga waktu yang diinginkannya? Bagaimana kalau perusahaanya bangkrut? atau jika ada hal-hal khusus yang memaksa perusahaan melepaskannya? Bahkan bagi seorang pegawai negeripun tidak ada kepastian bahwa ia akan terus menjadi PNS seperti yang diinginkannya. Banyak juga kasus PNS yang diberhentikan, malah dengan tidak hormat. Sebaliknya, para pengusaha justru memiliki tingkat kepastian akan keberhasilan yang lebih tinggi untuk menggapai tujuan-tujuan duniawinya. Coba dicek, lebih banyak mana pengusaha kaya atau karyawan kaya? (jika kaya merupakan tujuan duniawi) Kalo karyawan khan tingkat kepastian "tidak lebih kaya dari pengusaha" yang lebih tinggi. :-P

Teman yang agaknya mau putus asa mempertanyakan: Jadi, kalau begitu lebih baik tiap hari di masjid saja, tidak usah kemana-mana? Wah, itu namanya bunuh diri! Kalau di masjid terus, siapa yang harus kasih makan - apa lagi kalau semua orang melakukan hal yang sama! Biarlah dunia berjalan sebagaimana seharusnya. Yang penting adalah bahwa semua yang kita lakukan tujuannya adalah mempersiapkan diri menghadapi situasi setelah kematian. Persiapan itu bukan berarti harus selalu di masjid. Bekerja keras dan sungguh-sungguh bahkan sangat perlu. Hanya niatnya bukan mau menumpuk-numpuk harta dan berbangga-bangga, tetapi sebagai bentuk ibadah. Itu adalah amal sholeh, jadi memang harus khusyu dan sungguh-sungguh melakukannya. Akan rugilah kita kalau niatan bekerja bukan sebagai ibadah, karena hasilnya belum pasti. Akan tetapi kalau niatnya adalah ibadah, maka itu telah menjadi persiapan kita menghadapi suatu kepastian: MATI. Jadi benar jualah apa yang diungkapkan dalam surat Al Asr, semua orang pasti rugi kecuali orang yang beriman, beramal soleh, dan saling menasehati tentang kebenaran dan kesabaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar