"Saya tidak percaya ada kejadian yang bersifat kebetulan. Semua hal terjadi karena ada alasannya". Kalimat itu yang meluncur dari bibir Rubens Barichello, pembalap Brawn GP itu, ketika mengomentari kecelakaan pada sirkuit Hungaroring maupun kecelakaan beberapa hari sebelumnya pada lomba GP2 (baca detikSport di sini). "Kebetulan", suatu kata yang sering kali kita ucapkan untuk mendeskripsikan kejadian-kejadian yang sulit kita pahami rangkaian proses subab musababnya. Atau kita gunakan sebagai atribut pada hubungan waktu dua kejadian yang dipandang sebagai tidak memiliki hubungan.
Misalnya, kebetulan saya lewat jalan A ketika bertemu dengan seorang sahabat lama. Saya berjalan di jalan A merupakan suatu proses yang tidak memiliki hubungan kausalitas dengan proses yang terjadi pada sahabat lama saya sehingga ia pada saat yang bersamaan berada pada tempat yang sama. Ini kita sebut kebetulan. Benarkah itu sebuah kebetulan? Memang, keputusan saya untuk melewati jalan yang tidak biasa saya lewati pada waktu yang menyebabkan pertemuan itu terlihat independen. Tidak dipengaruhi oleh apapun yang dilakukan oleh teman saya, atau oleh keadaan yang mendorong teman saya berada pada saat yang sesuai untuk bertemu saya. Demikian juga dengan sang teman saya itu. Ia terlihat independen, dalam hal tidak ada satupun pengaruh dari saya yang menggerakkannya sehingga terjadinya pertemuan itu. Jadi kejadian saya berjalan lewat lintasan A terlihat tidak ada sangkut pautnya dengan berjalannya teman di jalan tersebut.
Barangkali demikianlah maka konsep "kebetulan" disebut sebagai co-incident (sengaja saya tulis dipisah dengan tanda hubung, agar terlihat benar dua kata penyusunnya) dalam bahasa Inggris. Dalam kasus kecelakaan di Hungaroring itu, "kebetulan" komponen mobil lepas pada waktu mobil Ferrari yang dikemudikan oleh Felipe Massa berada pada tempat yang "benar" sehingga perkakas yang lepas tersebut tepat mengenai kepalanya. Jadi dalam hal ini, tidak ada tujuan dari "kebersamaan" dalam posisi/ruang dan waktu. Hal inilah yang dibantah oleh Rubinho (nama akrab Rubens Barichello). Kalimatnya berimplikasi bahwa "kebetulan" itu memiliki suatu tujuan. Dalam konteks itu tujuannya adalah memberi peringatan. Benarkah?
Dalam Islam, penganutnya harus meyakini bahwa tidak ada suatupun kejadian yang dapat terwujud tanpa seijinNya (lihat surat Al Hajj 65, dan At Taghaabun 11). Maka itu berarti bahwa tidak ada kebetulan di dunia ini. Apapun itu, selalu terjadi atas ijin (kehendak) Nya. Bahkan tidak satu daunpun yang jatuh tanpa seijinNya. Ini berimplikasi dua arah, pertama bahwa setiap kejadian itu sebab utamanya adalah ijin Allah. Kedua, karena tidak ada yang diciptakan (dikehendaki) Allah yang sia-sia, maka semuanya pasti memiliki tujuan. Dan salah satu tujuan penting yang relevan dengan manusia adalah bahwa semua kejadian di sekitar kita agar menjadi peringatan bagi kita. Begitu banyak dalam Al Qur'an Allah bertanya, tidakkah engkau berfikir?
Uraian di atas sebenarnya hanya pengantar untuk menampilkan fakta berikut ini, bulan telah terbelah. Kata-kata tersebut berasal dari surat Al Qomar (surat ke 54) ayat 1. Ada pernyataan yang sangat kuat mengundang tanya di sini. Bulan telah terbelah. Pengertian terbelah secara umum berarti bahwa sesuatu telah terbagi menjadi dua atau lebih bagian. Konsep dalam bahasa Jawa membedakan ukuran, kalau ukurannya tidak seimbang sehingga terkesan tidak seimbang (satu bagian terlalu kecil dibanding bagian yang lain) maka dikatakan bahwa benda tersebut telah cuwil. Tapi kalo seimbang disebut bahwa benda tersebut telah diparo. (Kata separo berarti setengah, jadi diparo berarti dibagi sama besar). Terlepas dari konteks bahasa Jawa tersebut, baik cuwil mapun diparo menunjukkan bahwa sesuatu yang tadinya utuh telah terpisah menjadi dua bagian. Jadi sama-sama terbelah.
Link ini merujuk pada situs NASA yang memuat fakta-fakta tentang Apollo 11. Perhatikan pada fakta yang termuat pada halaman tersebut. Mula-mula fakta tentang telah diambilnya sejumlah batuan (Moon Rocks Collected: 21.7 kilograms). Lalu tentang waktu take-off (sekali lagi waktu take-off atau waktu berangkat meninggalkan bulan). Tercatat pada situs tersebut:
LM Departed Moon: July 21, 1969
17:54:01 UT (1:54:01 p.m. EDT)
Perhatikan angka satuan terkecil dari waktu keberangkatan Lunar Module (LM) meninggalkan bulan, yaitu menit ke 54, detik ke 1. Subhanallah. Persis dengan nomor surat dan ayat tentang bulan terbelah yang dikutip di atas. Jadi, tepat pada waktu itu (yaitu menit ke 54, detik 1) bulan telah cuwil. Kita sadar, sangat sulit bagi kita untuk melakukan sesuatu secara terencana hingga satuan detik!!! Tapi, catatan waktu tersebut sesuai hingga tingkat detik!!! Apakah ini suatu kebetulan saja? NO COINCIDENT.
Ada hikmah bahwa yang memiliki dan menerbangkan Apollo adalah orang-orang Amerika. Hal ini menghindarkan persangkaan bahwa angka-angka itu disesuai-sesuaikan (Bayangkan kalau orang Jawa yang pergi ke bulan. :D ) Implikasinya berarti keadaan dunia seperti sekaranng ini terjadi juga karena ijin dari Allah. Agar yang berangkat ke bulan adalah orang Amerika, maka orang Amerika harus maju lebih dulu. Tidak mungkin mereka bisa membangun Apollo dan berangkat ke bulan, kalau ide bikin industri pesawat terbang (pada jaman sekarang ini) aja tidak didukung tapi malah diketawain oleh saudara sendiri.
Hanya Allah yang Maha Tahu.
Hati-hati Minum Teh Cina
12 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar